(كوني لؤلؤة نفيسة ولو بين الرمال ~**~ ~**~ كوني زهرة جميلة ولو بين الأعشاب ~**~ (يسري كومبيه ~**~
"Jadilah Sebutir Mutiara Yang Berharga Meski Di Antara Tumpukan Pasir... Jadilah Setangkai Bunga Yang Indah Meski Di Antara Tumbuhnya Rerumputan..." (Yusri Kombih)

Senin, 18 Maret 2013

Filled Under:

Duh, wanita… Cantikmu.


Oleh: Yusri Kombih



Letih menyeruak. Kucoba biaskan lewat wajahku yang lelah. Kucoba uapkan lewat napasku yang lemah. Hari yang melelahkan. Pasai. Sejak tadi pagi dijejali dengan berbagai jenis dan ragam ilmu pengetahuan. Tidak tanggung-tanggung sepuluh jam mata kuliah—menurutku cukup banyak—hilir mudik di depan kelas, memaksa otakku untuk mencerna seluruhnya. Kucoba menjaga semangat. Kuingat lekat-lekat nasehat seorang dosen yang begitu berkesan, “Yang paling mahal dari dirimu, adalah lelahmu menuntut ilmu!” aku suka sekali kata-kata itu.

Petang merayap. Mentari kian condong ke barat. Aku harus pulang. “Pulang—lansung mandi—terus sholat—lalu makan—kemudian tiduuur—amboi… nikmatnya,” khayalku. Metode yang aneh untuk mengobati lelah.

Kukumpulkan seluruh tenagaku yang masih tersisa. Dengan langkah gontai kuhampiri jalan raya, menanti angkutan. Tidak berapa lama sebuah angkot telah berhenti di depanku. Entah aku yang memintanya berhenti atau ia sendiri yang berhenti untukku. Entahlah. Tapi sepertinya aku dan supir angkot itu telah bersekutu. “Simbiosis mutualisme,” pikirku.


Tanpa berpikir panjang aku langsung masuk ke dalam angkot menuju tempat duduk yang masih kosong. Mungkin karena letih, kupikir aku akan tertidur di angkot. Seperti hari yang sudah-sudah.

Oh, tidak. Ada yang lebih menggangguku ketimbang letihku. Mengganggu imanku, sepertinya. Persis di hadapanku, seorang wanita seksi ber-rok mini tersenyum memandangiku. Lekukan betis dan pahanya terang-terang diobral gratis kepada siapa saja yang mau melihat. Entah apa yang terjadi dengan makhluk yang satu ini, sesekali kelopak matanya sebelah kiri berkedip padaku. Nakal. Jangan-jangan... ah, entahlah. Mungkin wanita ini setengah gila. Ah… tidak bisa dibiarkan. Aku tidak sanggup dalam kondisi ini. Darah mudaku mendidih. Detak jantungku meledak-ledak. Aku tak tahan.

“Pandangan pertama adalah rezeki, tetapi pandangan selanjutnya adalah musibah!” ujar salah seorang temanku tempo waktu. Agaknya ucapan temanku itu memang benar, tapi kondisiku saat ini benar-benar berbeda ‘pemandangan’ itu ada di depan mataku memenuhi pandanganku. Menggoda pula.

Lagi pula dalam realita, ujaran temanku itu jarang terindahkan. Biasanya, “Pandangan pertama adalah rezeki, dan pandangan selanjutnya adalah harta karun,” sesat.

“Kiri!” pintaku pada supir angkot. Seketka itu angkot berhenti dan aku bergegas turun. Aku tahu tujuanku belum sampai. Tapi aku harus keluar dari tempat ini. Menyelamatkan sisa imanku.

Kulangkahkan kakiku yang semakin lunglai. Sebuah metro mini berhenti, meminta untuk kunaiki. Aku menurut saja. Oh… sial! Aku keluar dari sarang semut masuk ke sarang ular. Jika di angkot tadi ada seorang wanita yang setengah gila, di metro mini ada banyak orang yang gila total. Beberapa wanita berpakaian sesukanya. Buah dadanya seakan ingin meloncat begitu saja keluar, mungkin terlalu sesak di dalam. Rok mininya malah lebih parah dari yang di angkot.

“Kiriii…!” terikakku. Aku melesat keluar dari metro mini itu.
Di ujung, tampak halte bus. Kulangkahkan kakiku ke sana. Kuacuhkan lelahku, aku berlari. Tanpa menunggu lama, bus yang diharapkan datang. Aku masuk.

Oh, shit!!! Di bus ini lebih gawat ternyata. Semua penumpangnya wanita. Ada yang memakai hijab, itu pun nenek yang sudah ‘ujur di ujung sana. Sepertinya pakaian tertutup khusus tujuh puluh tahun ke-atas. Wanita-wanita yang masih muda sepertinya tidak mau kalau kecantikannya ditutupi.

“Kecantikan dan keseksian itu untuk diperlihatkan…, sayang kalau diumpetin!” mungkin itulah kata-kata yang ingin mereka katakan. Wanita-wanita dengan pakaian tak senonoh itu duduk dan berdiri sekenanya. Angkutan ini tak ubahnya seperti kamar mandi, wanita-wanita itu berpakaian seadanya. Tak peduli aurat yang terbuka. Aneh, belum pernah kutemui bus yang penumpangnya perempuan semua. Apa aku salah masuk? Jangan-jangan ini  adalah bus khusus wanita? Sejak kapan ada seperti itu?

Di halte terdekat. Aku segera bergegas keluar. Aku tak tahu lagi jalan pulang. Sepertinya aku tersesat jauh dari rute pulang. Aku keluar dari halte bus.

Ku-stop sebuah taksi. Barangkali tak kan kulihat lagi iblis berbentuk wanita-wanita itu,” pikirku.
 O, Tuhan…! Baru sedetik aku duduk. Aku kaget. Supir taksinya ternyata seorang wanita. Seksi pula. Hampir tak berbusana.
“Stoppp!!!” pekikku histeris. Aku keluar dari taksi dan berlari sejadi-jadinya.

Kuterpaku sejenak, kuperhatikan lekat-lekat sekelilingku. Di depan sana ada poster iklan dengan gambar besar. Ada gambar wanita tengkurap di sana. Mirip ikan paus yang baru ditangkap nelayan sehabis melaut, tanpa baju. Di sebalah kananku ada sebuah mall, di sana wanita semua. Dan mereka juga berpakaian seperti wanita di poster itu. Hampir bugil. Di sebelah kiriku ada restoran. Semua pengunjungnya juga wanita, dan pakaian mereka juga tak jauh berbeda. Sepertinya wanita tidak lagi membutuhkan pakaian. Wanita, wanita, wanita. Semua yang terlihat adalah wanita. Dan sialnya wanita itu telah lupa dengan cara berpakaian.

“Apa yang terjadi? Di mana aku ini? Tahun berapa sekarang??? Hah!!!” jeritku. Aku jijik. Ingin muntah. Muak dengan semua pemandangan itu.

Aku berlari dan terus berlari. Peluhku bercucuran. Lelah tak terperi. Sepertinya semua wanita-wanita telah bersepakat untuk menerorku. Mereka telah mengkhianatiku. Oh tidak…! Mereka bukan mengkhianatiku, tapi mereka mengkhianati diri mereka sendiri. Mereka mengkhianati Nabi mereka sendiri, yang telah mengangkat derajat kaum mereka namun mereka sendiri merendahkannya. Mereka mengkhianati Tuhan mereka sendiri, yang menjadikan mereka sebagai wanita, bukannya binatang.

“Duh… wanita,
perhiasan terindah sebenarnya,
Tapi kau nistakan dirimu—tanpa rasa berdosa,
Duh wanita… Cantikmu,
ada pada hijab yang senantiasa menutupi auratmu,” lirihku.

1 komentar:

Visitor

free counters

Copyright @ 2013 صاحب القرآن.