RASULULLAH MENIKAHI ZAINAB
SANGKALAN:
Muhammad tidak cukup dengan istri-istri yang dimilikinya.
Ia berambisi untuk menambah deretan istrinya dengan anak
bibinya yang bernama Zainab dan istri anak angkatnya Zaid bin Haritsah. Ia
merencanakan hal itu. Ia memanfaatkan Al-Qur’an sebagai sarana untk mencapai
keinginannnya. Akhirnya ia pun mendapatkan sesuatu yang ia inginkan setelah
membuat cerai Zaid dan istrinya.
JAWABAN:
Ada dua tipe orang mengkritik seperti ini:
Pertama: Bisa jadi , ia tidak meyakini Allah, para
malaikat-Nya, para rasul, serta kitab-kitabnya dan Muhammad adalah salah
seorang Rasul-Nya.
Kedua: Mungkin saja dia beriman kepada Allah, para
malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya. Namun ia belum memiliki
kejelasan mengenai pribadi Rasulullah. Dan ia ingin mengetahuinya secara
objektif dan pemikiran yang netral.
Apabila pengkritik termasuk kelompok pertama, tidak ada satu
logika dan data apa pun yang bisa Anda gunakan untuk meyakinkannya dengan hal
yang bertentangan dengan paradigma yang telah menancap diotaknya.
Ia hanya mencari satu sandaran yang diciptakannya dari dari
prasangka untuk menjustifikasi penilakannya terhadap kenabian Rasulullah dan
pengingkarannya terhada Al-Qur’an. Ia menggunakan mitos sejarah atau memaknai
sejarah itu sesuai dengan keinginannya. Semua itu untuk mendukung penolakannya.
Apabila pengkritik termasuk kelompok kedua, yakni orang yang
tidak memiliki kejelasan mengenai pribadi Rasulullah. Dan ia ingin mengetahuinya
secara objektif dan pemikiran yang netral, pembicaraan dengannya adalah mudah.
Logika rasional dapat membuatnya memahami hakikat yang mantap
ini, menyingkirkan kabut prasangka, serta membongkar kebohongan dan logika iri
dan dendam.
***
PERTAMA:
ADOPSI merupakan tradisi umum yang berlaku di Jazirah arab
ketika itu. Adopsi memiliki akar historis di sana hingga stastus seorang anak
adopsi menjadi seperti anak asli. Anak angkat dijadikan anak kandung.
Begitu pun Rasulullah, beliau memiliki seorang anak adopsi
yang bernama Zaid bin Haritsah. Pada mulanya Zaid adalah budak yang dihadiahkan
kepada beliau. Lalu beliau memerdekakan Zaid dan mencintainya seperti anak
tuggal sendiri, bahkan lebih. Sehingga Zaid dijuluki “Kekasih Rasulullah”.
Lalu Rasulullah menikahkan Zaid dengan dengan anak bibinya,
Zainab binti Jahsy. Pernikahan itu berjalan lama dan mereka berbahagia dengan
pasanagannya. Rasulullah senang dengan kebahagiaan mereka.
***
KEDUA:
Namun ALLAH BERKEHENDAK menganulir “tradisi adopsi” yang
demikian dan meghapuskannya dari masyarakat Jazirah Arab dan seluruh masyarakat
lain. Rasulullah pun mendapatkan firman:
“Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah
hati dalam rongganya; dan Dia tidak menjadikan istri-istrimu yang kamu zhihar*
itu sebagai ibumu, dan Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak
kandungmu (sendiri). yang demikian itu hanyalah perkataanmu dimulutmu saja. dan
Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan (yang benar).
“Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai)
nama bapak-bapak
mereka; Itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu
tidak mengetahui bapak-bapak mereka, Maka (panggilah mereka sebagai)
saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu**. dan tidak ada dosa atasmu
terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang
disengaja oleh hatimu. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
(Al-Ahzab: 4-5)
* Zhihar ialah Perkataan seorang suami kepada istrinya:
punggungmu Haram bagiku seperti punggung ibuku atau Perkataan lain yang sama
maksudnya. adalah menjadi adat kebiasaan bagi orang Arab Jahiliyah bahwa bila
Dia berkata demikian kepada Istrinya Maka Istrinya itu haramnya baginya untuk
selama-lamanya. tetapi setelah Islam datang, Maka yang Haram untuk
selama-lamanya itu dihapuskan dan istri-istri itu kembali halal baginya dengan
membayar kaffarat (denda).
** Maula-maula ialah seorang hamba sahaya yang sudah
dimerdekakan atau seorang yang telah dijadikan anak angkat, seperti Salim anak
angkat Huzaifah, dipanggil maula Huzaifah.
Yang dianulir oleh Allah bukanlah tradisi “adopsi”, tetapi
mengubah prinsip adopsi kala itu. Panggilah mereka (anak-anak angkat itu)
dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka. Jadi tidak boleh menjadikan anak
angkat sebagai anak kandung. Tentu saja bukan untuk mengurangi rasa cinta
terhadap anak adopsi tersebut. Hanya sebatas tidak boleh menisbatkan anak
angkat sebagai anak kandung. Itulah tradisi yang dianulir oleh Allah.
***
KETIGA:
SUNAH (KETETAPAN) Tuhan semestas Allah untuk menetapkan
hukum-hukumnya dengan bukti yang konkrit. Bukti tersebut berfungsi untuk
mengejewantahkan ketetapan dan hukum Allah, memantapkannya dalam jiwa dan
melanggengkannya dalam pikiran. Sehingga apabila ketetapan verbal tersebut
telah berlangsung lama dan nyaris terlupakan, maka “kejadian” itu akan
mengejewantahkan kembali ketetapan Allah itu dan menembus memori otak sehingga
menyadarkannya kembali akan hukum-hukum Allah.
Ini merupakan cara yang lazim digunakan oleh Allah untuk
memformalkan aturan di tengah masyarakat manusia. Sebab hukum baru tidak akan
mudah berlaku di masyarakat.
Lalu, “kejadian” apa yang dikehendaki Allah untuk
mengejewantahkan hukum ilahi ini? Peristiwa apa yang akan menimbulkan gaung
untuk hukum baru ini?
Berbagai peristiwa sesudah itu berjalan dengan ketetapan
Allah. Kejernihan pernikahan Zain dan Zainab menjadi keruh. Zaid mengadu kepada
Rasulullah prihal kelakukan istrinya yang tidak ia ketahui selama ini. Lalu ia
meminta izin kepada Rasulullah untuk menceraikan istrinya. Rasulullah selalu
menjawab: “Tahanlah istrimu (untuk tidak menceraikannya) dan bertakwalah kepada
Allah.” Beliau berkata demikin sambil menyembnyikan untuk sementara waktu
pemberitahuan Allah bahwa kelak beliau akan diperintahkan untuk menikahi
Zainab.
Zaid meceraikan istrinya setelah tidak tahan dengan perlakuan
istrinya, pada saat itulah Allah berfirman:
“Dan (ingatlah), ketika kamu berkata kepada orang yang Allah
telah melimpahkan nikmat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi nikmat
kepadanya:
"Tahanlah terus isterimu dan bertakwalah kepada
Allah",
sedang kamu Menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah
akan menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang lebih
berhak untuk kamu takuti.
Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap
Istrinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada
keberatan bagi orang mukmin untuk (mengawini) isteri-isteri anak-anak angkat
mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya daripada
isterinya. dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi.”
(Al-Ahzab:37)
Singkat kata, setelah Zaid menceraikan Zainab dengan
keputusan yang bulat, kemudian Rasulullah menikahi Zainab. Hal ini BERTENTANGAN
dengan tradisi Arab kala itu yang tidak boleh menikahi perempuan yang telah
dicerai anak angkat. Semua itu adalah ketetapan Allah.
***
KEEMPAT:
Inilah yang ditetapkan oleh Allah untuk menetapkan hukumnya.
Apa gerangan yang mengurangi kedudukan Rasululllah dan kemuliaan akhlak beliau
dari peristiwa tersebut? Tduhan apa yang akan disampaikan kepada Al-Qur’an
tentang hal ini?
Apabila tempramen Anda memaksa Anda untuk menolak kenabian
Muhammad dan menolak Al-Qur’an sebagai Kalam Tuhan, berarti Anda mencari
sesuatu untuk menguatkan keputusan Anda yang tempramental itu. Oleh karena itu,
bicara kepada emosi adalah hal yang sia-sia. Emosi Anda hanya akan
menyingkirkan ilmu dan logika.
Tuduhan yang Anda ilusikan kepda Rasulullah terkait ketetapan
yang telah Allah sampaikan hanyalah akhibat dari penolakan dan ketidakpercayaan
Anda kepada Allah dan Rasul-Nya.
Kalau Anda terbebas dari penolakan emosional dan memang
benar-benar mencari
kebenaran dengan motivasi objektif, jawablah pertanyaan
penulis:
“Di mana letak tuduhan dan masalah dalah hal yang telah
ditetapkan Allah ini?”
Apa yang ditetapkan Allah tersebut adalah dalam rangka
menganulir tradisi Jaziran Arab mengenai adopsi kala itu. Dan langsung mencabut
hingga ke akarnya. Setiap orang yang berakal pasti akan memahami ini sebagai
kebenarab kenabian Muhammad dan kebenaran Al-Qur’an. Muhammad tidak memiliki
kepentingan apa pun dalam hal ini, selain hanya menyampaikan amanah dari Allah.
Tanpa memaksakan perubahan di dalamnya.
***
KELIMA:
Barangkali ada yang menyangkal. Mengapa harus Rasulullah yang
menikahi anak angkatnya? Mengapa bukan orang lain saja yang menikahi istri anak
angkatnya yang telah dicerai? Lalu Rasulullah menyampaikan firman dari Allah
bahwa hal itu telah diperbolehkan oleh Allah. Bukankah hal itu juga telah cukup
untuk menganulir tradisi adopsi Jazirah Arab?
Pahamilah!
Allah Mahatahu mengenai ketetapan yang Dia perbuat.
Rasulullah adalah contoh serta teladan bagi umat, siapa yang
lebih pantas untuk memberiakan contoh konkrit tetang pengubahab tradisi?
Lagi pula, jika orang lain yag diminta untuk melakukan hal
ini, siapa yang mampu melakukannya? Hal ini sejatinya sangat berat.
Pikirkanlah! Bukankah melakukan sesuatu yang bertentangan
dengan tradisi yang sudah mengakar adalah hal yang sangat berat? Maka pantaslah
Rasulullah yang mengemban amanat tersebut. Tidak ada yang lebih mampu untuk
melakukan hal tersebut ketimbang beliau. Karena beliau memang diutus untuk
menyampaikan hukum Allah.
Dalam Riwayat Muslim dan lainnya, Aisyah ra. Berakata:
“Tidak ada sesuatu ayat pun yang turun kepada Rasulullah yang
lebih berat dari pada ini.—yang dimaksud Aisyah adalah ayat ini—. “Dan
(ingatlah), ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah melimpahkan
nikmat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi nikmat kepadanya: "Tahanlah
terus isterimu dan bertakwalah kepada Allah", sedang kamu Menyembunyikan
di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya, dan kamu takut kepada
manusia, sedang Allah-lah yang lebih berhak untuk kamu takuti.”
Lalu faktor apa yang memaska Rasulullah untuk menyisipkan
ayat ini di dalam Al-Qur’an, jika Anda beliau menuduh beliau adalah pembuat
Al-Qur’an? Padahal ayat ini dari awal sampai akhir berisi teguran keras kepada
Rasulullah. Dan membongkar semua penegetahuan yang ia sembuyikan di hatinya
bahwa kelak ia akan menikah dengan Zainab?
Ayat ini juga membongkar tentang ketakutan Rasulullah
terhadap kaumnya. Karena takut melanggar tradisi yang selama ini berjalan,
bahwa tidak boleh menikahi istri anak angkat yang telah dicerai. Karena kala
itu hukumnya adalah sama seperti istri yang dicerai oleh anak kandung. Ini
adalah teguran keras kepada Rasulullah.
Jika benar Qur’an adalah buatan Rasulullah, buat apa beliau
mencamtumkan ayat yang jelas-jelas menegur keras beliau? Hingga Allah berkata:
“...dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang lebih berhak untuk
kamu takuti.”
***
KEENAM:
Atau mungkin ada yang berkata:
“Akan tetapi ada riwayat yang menyatakan bahwa Raslullah
secara tidak sengaja melihat Zainab lalu memalingkan wajah sambil berkata:
“Mahasuci Allah yang membolak-balikkan hati.” Bukankah hal demikian berarti
Rasulullah telah tergerak hatinya kepada Zainab sebelum diceai oleh Zaid?”
Ketahuilah!
Para ulama hadits sepakat bahwa riwayat ini tidak shahih dan
tidak bisa dijadikan sebagai pertimbangan. Sudah menjadi kaidah dalam hadits
bahwa yang mengkuti sanad akan selamat. Semetara sanad dari riwayat di atas
tidak shahih. Dan sekali lagi tidak bisa dijadikan pertimbangan.
Namun, meski hadits itu tidak shahih secara sanad katakanlah
misalnya bahwa hadits tersebut benar secara substansi. Katakanlah misalnya
Rasulullah memang benar tertarik kepada Zainab. Lalu, apa gerangan yang menodai
kesucian Rasulullah atas ketetapan Allah tersebut?
Jika Allah ingin mnetapkan suatu kejadian, lalu sebelumnya Allah
menciptakan sebab-musababnya. Apa yang salah? Allah membuat Zaid mulai tidak
tahan denga sikap istrinya. Lalu Allah membuat Rasulullah tertarik kepada
Zainab padahal sebelumnya Rasulullah tidak menyukainya. Lalu apa gerangan yang
menjadi masalah? Bukankah hal tersebut adalah sesuatu yang wajar bahwa segala
sesuatu terjadi dengan sebab dan musabab. Dan Allah telah menetapkan sedemikian
rupa.
Jadi, kendati “riwayat” yang sebenarnya tidak shahih tersebut
kita anggap sebagai riwayat shahih, maka itu ssama sekali tidak menodai
kenabian Rasulullah. Rasulullah terjaga dari segala kesalahpahaman para
orientalis, misionaris dan para musuh-musuh islam lainnya.
Kenyataannya “riwayat” tersebut tidak bisa dijadikan
pertimbangan. Tidak dijadikan pertimbangan bukanlah karena riwayat tersebut
menodai kesucian Rasulullah. Meski padahal riwayat yang tidak shahih tersebut
tidaklah menajdi masalah dan tidak merubah apapun dari kesucian Rasulullah.
Namun semata karena, dari segi Mushthalah Hadits riwayat
tersebut tidak bisa dijadikan argumen. Karena tidak shahih.
***
KETUJUH:
TERAKHIR. Seandainya kisah pernikahan Rasulullah dengan
Zainab tersebut mencemarkan nama beliau dan merusak akhlak beliau. Maka
orang-orang Musyrik Yahudi yang hidup ditengah-tengah Rasulullah dan kaum
muslimin saat itu pasti terlebih dahuli akan membeberkan dan mengangkat masalah
pernikahan Rasulullah dan Zainab tersebut.
Sebab, sudah pasti mereka— orang-orang Musyrik Yahudi—tidak
kalah sengit permusuhanya kepada Rasulullah ketimbang orang-orang hari ini akan
melakukan apapun untuk menentang Rasulullah.
Namun kenyataannya, tidak pernah ada seorang pun yang
mendekati area ini. Tidak ada seorang pun pada masa itu yang keberatan akan hal
ini. Karena mereka semua—orang-orang Musyrik Yahudi—mengetahui dengan benar
akan akhlak mulia, akhlak suci, dan jiwa bersih Rasulullah.
Mereka hanya membantah sebatas kemusyrikan dan fanatisme
mereka pada nenek moyang. Permusuhan mereka sama sekali tidak mengungkit
tentang pernikahan Rasulullah dengan Zainab. Karena mereka tahu betul akan
watak Rasulullah. Karena sangat mengenal kejujuran dan kemuliaan akhlak
Rasulullah. Hanya saya mereka kaum musyrik yang fanatik.
Seandainya para misionaris, orientalis, serta tiran lainnya
yang menolah kenabian Muhammad dan kebenaran Qur’an mengambil pelajaran dari
pada Musyrik Jazirah Arab, mereka akan mengetahui bahwa bagaimana mereka
melancarkan permusuhan dengan tetap menjaga keetisan. Bukan melakukan
permusuhan dengan tuduhan yang tidak berdasar dan absurd. Tentu saja hal
tersebut karena kepicikan dan ketidaktahuan fakta sejarah yang sebenarnya.
Mereka tidak mengenal Rasulullah dari sumber sejarah yang
objektif. Yang bahkan para musyrik dan musuh Muhammad mengakui ketinggian
akhlak beliau. Sayang, hanya sedikit orang yang mau mencari kebenaran dengan
motivasi yang objektif. Kebanyakan hanya mencari pembenaran dari emosi dan
temperamen. Berpikirlah dengan logika yang lurus dan benar.
***
Dan katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu;
maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa
yang ingin (kafir) biarlah ia kafir". (Al-Kahfi: 29)
Dan barangsiapa menyembah tuhan yang lain di samping Allah,
padahal tidak ada suatu dalilpun baginya tentang itu, maka sesungguhnya
perhitungannya di sisi Tuhannya. Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu tiada
beruntung. (Al-Mukminuun: 117)
_____________________________________________
[ Adopsi dari Kitab “La Ya’thil Bathil” (Takkan Datang
Kebathilan Terhadap Al-Qur’an), Karya Dr. Said Ramadhan El-Bhouty Rahimhullahu
Ta’ala ]
0 komentar:
Posting Komentar