Rekah Cinta di Kelopak Mawar
Oleh : Ruslan, SP.d.
(Guru Sejarah SMANSA Simpang Kiri)
Fajar menyingsing, cahaya perak mentari begitu lembut menerpa bumi, di halaman samping kelopak mawar yang masih kuncup kini merekah mewangi, tetesan embun masih bergayut di ujung kelopaknya, seperti sinar jamrud yang berkilau. Mawar, bunga yang begitu indah guruku bilang flower of queen, karena begitu cantiknya ia. Ummi ku begitu suka pada bunga mawar berbagai varietas baru pasti dikloksinya. Ummi sangat marah kalau mawarnya diusik. Pernah, abi secara enggak sengaja memotong kelopak mawar saat abi mau memangkas gardenia, ketauan ummi wajahnya cemberut.
Tapi, mawar yang merekah pagi ini begitu istimewa di hati, varietas baru hasil persilangan rose queen menghasilkan bunga yang begitu menawan. Ah….. aku jadi malu mengingatnya, sebab mawar itu pemberian Fariz. Fariz, nama yang selalu menghiasi hari-hariku. Jebolan Pesantren ternama di pulau Jawa dan sudah menjadi hafizh. 30 Juz dari Al-Qur'an sudah dikuasai di luar kepala. Oh….. sebuah prestasi yang luar biasa, ditambah dengan sikap dan prilaku yang sopan plus wajah gantengnya, membuat hatiku berdesir bila aku bertatapan dengannya.
Aku menjadi malu sekali, “Masak anak Rohis jatuh cinta?" Kata teman-temanku. "Emangnya ga boleh?” Tanya hati ku. Aku pernah dengar guru agamaku bilang bahwa cinta adalah anugrah dan sesuatu yang suci. Kalau itu lahir dari hati yang jujur, mengapa tidak? Sejujur nya aku falling in love … Oh.. My God !!!.
Sabtu,…… desau bayu begitu lembut menerpa ujung-ujung jilbab menari-nari dipermainkan angin senja. Aku jadi ingat minggu ba’da zuhur ada pertemuan antar Rohis sekota ku temanya bagus sekali “Remaja Dan Dunianya” aku pasti ikut, tentu teman-teman Rohis ku pada datang semua. Mereka adalah pribadi-pribadi yang sangat bersemangat apalagi acara yang bermanfaat seperti itu.
“Hai…. Nayla Assalamualaikum” tiba-tiba sebuah suara lembut memanggilku.
“Wa'alaikum sala, “ jawabku. “Eee…. bunda Jasmine, apa kabar Bun?” tanyakuku singkat.
“Allhamdulillah, baik, jawab bunda Jasmine. Oh ya Nayla, bunda jadi pembicara di Rohis ini. Nayla pesertakan ?” tanya bunda.
“Ya bunda” jawabku.
“Ayo acara mau dimulai” Ajak bunda jasmine.
Dalam ruangan ternyata udah pada datang semuanya, teman-teman akhwat dan ikhwan ku nampaknya semangat betul nih, moga aja terus berlanjut, batinku. Tiba-tiba MC membuka acara sampai memperkenalkan pembicara. Ternyata, selain bunda Jasmin, pembicara yang lain adalah Fariz. Ya... Fariz.
O, Tuhan... Hatiku semakin berdebar saja saat Fariz mulai bicara. Suaranya bergetar syahdu di dinding kalbuku. apalagi saat Fariz membacakan beberapa ayat-ayat cinta-Nya, suara mendunya mengalun lembut menelusup ke dalam relung jiwaku. Hingga akhirnya Fariz berbicara tentang cinta, apalagi ketika seorang ikhwan bertanya kepada fariz apa makna cinta bagi remaja, jawaban fariz begitu logis dan masuk akal, dan tentunya begitu puitis..
“Cinta adalah
suatu rasa yang sulit mendefenisinya.
Yang
terkadang membuatmu tersenyum.
Lalu terkadang membuatmu cemberut.
Yang terkadang membuatmu tertawa.
Lalu terkadang membuatmu menangis.
Yang terkadang membuatmu bahagia.
Lalu terkadang membuatmu sengsara.
Yang terkadang membuatmu ceria.
Lalu terkadang membuatmu bermuram durja
O, Betapa anehnya...
Yang terkadang membuatmu rindu.
Yang terkadang membuatmu cemburu.
Namun, Cinta...
Lalu terkadang membuatmu cemberut.
Yang terkadang membuatmu tertawa.
Lalu terkadang membuatmu menangis.
Yang terkadang membuatmu bahagia.
Lalu terkadang membuatmu sengsara.
Yang terkadang membuatmu ceria.
Lalu terkadang membuatmu bermuram durja
O, Betapa anehnya...
Yang terkadang membuatmu rindu.
Yang terkadang membuatmu cemburu.
Namun, Cinta...
Terkadang ia
adalah anugerah,
Terkadang pula
musibah.
Tergantung
bagaimana kita membahasakan cinta.
Dengan bahasa
hati kah?
Dengan bahasa Tuhan kah?
Jika demikian...
Maka sucilah
cinta itu.”
Fariz mengulas makna cinta begitu dalam tentu cinta yang dilandasi nilai-nilai islami, aku sangat setuju uraian Fariz.
Usai acara pertemuan Rohis, kami bertatapan sedetik. Tiada kata, tiada sapa. Tanpa salam hanya seulas senyum di sudut bibir yang mengembang. Tetapi kami telah sepakat dalam diam. Dari bahasa tubuhnya dan sorot matanya, aku dapat menterjemahkannya. Fariz, engkau tidak seperti pemuda kebanyakan apalagi dalam cinta, engkau mengatakannya bukan lewat kata-katanya tetapi isyarat yang ku terjemahkan begitu menyentuh dan mendalam.
"Mawar pemberianmu sudah mekar fariz, seperti mekarnya hati kita dalam belaian cinta ilahi, semoga hati yang mekar, juga jangan sampai redup oleh pesona dunia. Karena dunia sangat menjanjikan cinta semu. Tapi cintaku adalah cinta yang dilandasi nilai-nilai ilahi." batinku.
Editing: Yusri Kombih
Subulussalam 6, maret 2010
0 komentar:
Posting Komentar